Open top menu
#htmlcaption1 SEA DICAT POSIDONIUM EX GRAECE URBANITAS SED INTEGER CONVALLIS LOREM IN ODIO POSUERE RHONCUS DONEC Stay Connected
Showing posts with label Cerita Kita. Show all posts
Showing posts with label Cerita Kita. Show all posts
Rindu Blogging, Nge-blog di Sandiwara Kita

Apa khabar sahabat Sandiwara Kita? Sekian lama menghilang, saya bertanya-tanya, masihkah kita punya kesempatan bermain sandiwara bersama lagi? Sungguh, saya berharap masih dan sepertinya dunia tidak rame tanpa panggung dan sandiwara nya. Atau mungkin karena sebagian orang sepakat bahwa kehidupan ini juga adalah sandiwara juga... Atau saya yang terlalu menganggap semuanya adalah sandiwara belaka??? Seperti kata para sahabat saya, apa pun di blog ini berbau sandiwara, (sandiwara politik, misalnya) hehehe.

Wah mantap postingannya, Negara Indonesia hanya sandiwara, hidup hanya sandiwara, politik hanya sandiwara, ngeblog hanya sandiwara ...... Kira2 semua bisa disandiwarakan ???? (Artikel Komputer, April 6, 2010)

Hampir satu setengah tahun, blog ini tidak pernah diupdate. Apa boleh buat, sang Dipa Sandiwara, yang berada di belakang atau di ’balik layar’ blog ini ternyata harus menyelesaikan ’urusan’ kehidupannya di dunia nyata. Yah, apa boleh buat, menjalani dua kehidupan sekaligus memang tidak gampang. Dua? Ya, kehidupan nyata dan kehidupan maya di Internet. Hehehe....
Tapi ternyata juga tidak mudah untuk meninggalkan begitu saja, kehidupan maya itu. Blog ini telah memberi kebahagian tersendiri bagi saya, dan kiranya para sahabat, yang dulu telah berjalin silaturrahim adalah keluarga saya yang tidak mudah saya lupakan. Mudah-mudahan, kerinduan saya, berjawab hangat dan baik.

Memulai kembali aktivitas di blog ini, saya hendak berterimakasih pada beberapa sahabat, yang meskipun di tempat ini tidak ada tanda-tanda kehidupan, namun mereka ternyata masih bersabar dan bermurah hati sesekali berkunjung ke mari. Di antaranya: si kumb@ng, Ajeng, Blog Sejarah, Kakara dan Rusak Parah, yang namanya terpampang di List Komentator terbanyak. Terimakasih ya...

Ada juga sahabat lama: Obing (artofstamps.blogspot.com), Yasmara (yasmara.web.id), Mel (onceuponasimplelife.blogspot.com), dan Jeriova (jeriova.com), yang tetap meninggalkan pesan di shoutbox. Maaf tidak membalas kunjungan waktu itu ya....

Hmmm. Baiklah...Welcome Back Dipa Sandiwara (wedew, ngomong sendiri neh...)..Mudah-mudahan Sandiwara Kita sekarang bisa berjalan seperti dulu lagi. Punya banyak teman, tamu dan prestasi (maksudnya pagerank dan alexa yang oke ???). Mengawali itu semua, saya ucapkan: Selamat Datang di panggung Sandiwara Kita !!! Mari berbagi cerita dan berita di sini....
Read more
UAN dan ‘Anak Band’: Sebuah Cerita Tak Penting

Dua orang remaja tinggal berdekatan rumah. Remaja 1 punya hobby nge-band. Ia bangga sekali jika disebut ‘anak band’. Sayangnya, hingga kini ia belum bisa mendirikan sebuah band seperti yang ia cita-citakan. Bahkan uang tabungan yang ia rencanakan untuk membeli gitar pun sekarang sudah tak ada lagi, karena dipinjam sang Ayah untuk membuat baligo kampanye. Ayahnya berjanji, nanti jika sang Ayah terpilih menjadi caleg di kota mereka, ia akan dibelikan peralatan band lengkap, sehingga ia bisa mendirikan band sendiri.

Remaja 2 sebenarnya juga punya keinginan untuk jadi ‘anak band’, namun karena ia tahu bahwa keadaan keluarganya tidak akan mendukungnya untuk tujuan itu, ia hanya menyimpan cita-cita itu dalam hati, dan tak seorang pun tahu. Maklum, keluarganya jatuh miskin setelah sang ayah digelandang ke rutan, karena kasus korupsi. Dan ia sadar, bahwa kini ia harus berdiri di atas usahanya sendiri, dan menyelesaikan pendidikan dengan baik, adalah kesempatan yang tersedia untuk itu.

Alkisah, sambil menunggu pengumuman kursi legislatif,apalagi karena proses tabulasi hasil pemilu berjalan lambat, Remaja 1 dibelikan tape-compo oleh sang Ayah. Lumayanlah, ia bisa berkaraoke dan berlatih vokal menghapal lagu-lagu band kesayangannya. Maka, mulailah sang Remaja satu setiap malam berlatih. Saking semangatnya, suara tape-compo itu terdengan ke seantero RT. Namun karena bapaknya seorang caleg, tidak seorang pun mempersoalkan hal tersebut. Bahkan juga tidak, sang ketua RT.

Sementara Remaja dua, juga tengah bergiat belajar, untuk menghadapi UAN yang sebentar lagi akan digelar. Ia tahu, bahwa sistem UAN yang baru, bisa-bisa membuatnya gagal dan tidak lulus. Menguasai semua mata pelajaran saja pun, masih belum jaminan bahwa ia akan berhasil, sebab masih tergantung pilihan pensil yang digunakan, dan banyak faktor lain. Apalagi jika tidak menguasai mata pelajarannya ? Menyadari hal tersebut, ia belajar dengan giat.

Namun, ia cukup terganggu dengan suara tape-compo dari sebelah rumah yang keras sekali. Seperti kebanyakan orang, ia butuh suasana tenang, untuk membaca dan memahami bacaannya. Suara tape compo yang keras tersebut, cukup mengganggu konsentrasinya. Apalagi karena sang pemilik tape, ternyata juga senang begadang, hingga suara tape tersebut juga terdengar hingga subuh. Al hasil, menunggu hingga subuh pun, bukan merupakan penyelesaian.

Beberapa hari, ia masih berharap ada seseorang yang akan mendahului untuk mempersoalkan hal itu. Jadi ia berharap masalahnya akan ikut teratasi oleh usaha orang lain. Namun ternyata tidak seorang pun melakukan hal itu, seperti yang ia harapkan. Padahal, jadwal UAN semakin dekat. Ia berfikir keras untuk dapat menyelesaikan masalahnya itu. Dan akhirnya, ia memutuskan untuk menyelesaikannya sendiri.

Lalu ia pun mendatangi rumah Remaja 1. Setelah meminta izin pada orang tua Remaja 1, Remaja 2 pun mendatangi kamar remaja satu. Karena suara ketokan pintunya tidak berpengaruh, Remaja 2 pun membuka pinti kamar, dan melonggokkan kepalanya. Dilihatnya, remaja 1 sedang berjingkrak-jingkrak sambil memegang microphon, menyanyikan lagi. Remaja 1 melihat Remaja 2, dan mematikan tape-componya:

Remaja 1: Hoi, ada apa neh, tumben. Bukannya lagi belajar buat UAN ?
Remaja 2: Iya, tapi ada perlu sama kamu...
Remaja 1: Apaan ?
Remaja 2: Mau pinjam Tape-Compo mu beberapa hari!
Remaja 1: Lho, bukannya mau belajar ? UAN udah dekat lho? Hahaha.
Remaja 2: Justru itu, aku pinjam sampai UAN selesai ya ?
Remaja 1: ???????


sumber gambar: www.fotosearch.com
Read more
Sandiwara, Berdarah Bangsawan !

sandiwara,bangsawan, penang 1890

Silsilah kekeluargaan Sandiwara

Ternyata Sandiwara masih berdarah Bangsawan. Gak Percaya? Ya, kali ini, Sandiwara Kita mau bercerita tentang silsilah keluarga sandiwara. Soalnya dah lama juga gak ngomongin Sandiwara neh, hehehe. Ya, mudah-mudahan sahabat semua tidak keberatan dengan tema ini. Hmm, ya hitung-hitung memperkenalkan diri. Oya, foto di sebelah ini adalah foto "Bangsawan" yang merupakan salah satu nenek-moyang Sandiwara. Kalau ceritanya, seperti di bawah ini. Oke, langsung aja ya...

Cerita dimulai dengan kedatangan sebuah rombonganpertunjukan dari India di Penang di sekitar tahun 1870-an. Masyarakat setempat menyebutnya "Wayang Parsi". Nama kelompok teater ini aslinya adalah "Mendu". Setelah bertahun-tahun di Penang, rombongan ini lalu kembali ke India dan Menjual segala perlengkapan pertunjukannya pada seorang bernama Mohammad Pushi. Muhammad Pushi inilah yang kemudian mendirikan sebuah kelompok bernama "Indera Bangsawan" di sekitar 1885-an. Cik Tot adalah nama pemain perempuan yang jadi primadona dalam pertunjukan-pertunjukan "Indera Bangsawan" ini. Kelompok ini, tidak saja membuat pertunjukan di Penang, tapi bahkan sampai ke Sumatera dan Batavia. Sebutan Indera Bangsawan itu semudian menjadi lebih populer disebut sebagai "Bangsawan" saja.

Di Batavia, kelompok ini kemudian menjual semua peralatan pertunjukannya pada seorang saudagar Turki bernama Jafar. Jafar inilah yang mendirikan rombongan baru yang disebut oleh pnduduk Batavia sebagai "Stamboel", dari perkataan Istamboel, yaitunya ibukota negara Turki. Disebut seperti itu, karena cerita-cerita yang mereka mainkan banyak diambil dari cerita Timur-Tengah. Kelompok ini, kemudian menjadi kelompok yang cukup populer dan punya penonton sendiri di pulau Jawa. Setelah kelompok ini bubar, sebuah kelompok yang juga bernama "Stamboel" didirikan di Surabaya pada tahun 1891. Kelompok ini, kemudian menjadi pendorong terciptanya kelompok-kelompok serupa, yang salah satunya bernama "Komedi Opera Stamboel", yang lebih dikenal oleh masyarakat Jawa, sebagai "Komedi Stamboel". Pada saat yang hampir bersamaan, terdapat sebuah kelompok Bangsawan kedua dari Johor Malaya, bernama "Abdoel Muluk", yang membuat pertunjukan di tanah Deli sampai ke pulau Jawa.

Pada saat yang hampir bersamaan, di Indonesia sendiri, "Toneel" yang dibawa oleh Kolonial Belanda mulai berkembang dan memberi pengaruh terhadap masyarakat pribumi. Terutama sekali, kaum bangsawan yang memiliki kesempatan bersekolah di sekolah Belanda pada waktu itu. Pertunjukan-pertunjukan "Komedie Stamboel" yang berkembang menjadi banyak grup, mulai mendapatkan kritik karena dianggap semakin "tidak beraturan", dan hanya mengejar keuntungan semata-mata. Dari segi -cerita, pertunjukan "Komedi Stamboel" yang berkembang kemudian juga mulai menimbulkan kejenuhan penonton karena melulu menceritakan cerita-cerita timur-tengah. Usaha untuk mengarang cerita sendiri kemudian mulai diprakarsai oleh beberapa orang terpelajar keturunan China di pulau Jawa, yang menceritakan keadaan keturunan China di Indonesia.

Kedua hal ini menimbulkan pula kesadaran di kalangan kaum terpelajar pribumi di pulau Jawa, yang rata-rata adalah kaum ninggrat. Semacam kesadaran nasionalisme awal.Salah satunya adalah Mangkunegara VII, yang menciptakan istilah "Sandiwara", sebagai pengganti kata "toneel". Istilah ini kemudian dipopulerkan oleh Ki hajar Dewantara (seorang ninggrat yang lain) dalam gerakan Taman Siswanya. Dia pula, yang mempopulerkan arti kata sandiwara, yaitu sebagai sebuah "pengajaran rahasia". Sandiwara, menurut cerita Ki Hajar berasal dari bahasa Jawa: sandhi yang berarti perlambang, dan wara yang berarti pengajaran. Dalam Sandiwara, pengaruh-pengaruh tertib panggung yang diperkenalkan "Toneel", pengaruh pertunjukan populer ala "Komedi Stamboel", berpadu dengan pakem-pakem pertunjukan "Wayang Wong", yang telah duluan tumbuh sebagai tradisi kaum ninggrat-pribumi.

Istilah sandiwara, kemudian mulai biasa digunakan untuk membedakan pertunjukan yang menggunakan cerita pribumi, sebagai lawan kata "toneel" yang berkonotasi kolonial dan "Stamboel" yang menceritakan cerita timur-tengah. Salah satu kelompok yang mulai menggunakan kata ini sebagai nama kelompoknya adalah "Sandiwara Wargo", yang berpentas dengan menggunakan bahasa Jawa. Sandiwara, semakin populer di Jaman Jepang, ketika kesempatan untuk berkesenian, apalagi untuk tujuan mengajari orang banyak dipersempit. Sandiwara, menjadi cara untuk menyampaikan pesan-pesan kebangsaan, melalui cerita yang hanya dimengerti oleh kaum pribumi saja, sementara sang penjajah Jepang tidak. Kelompok "Sandiwara Maya", yang didirikan tahun 1944 oleh Usmar Ismail dan kawan-kawan, semakin mempopulerkan penggunaan istilah "sandiwara".

Demikianlah cerita awalnya, Sandiwara menjadi nama yang sangat meng-Indonesia. Ia, meninggalkan nama keluarga "toneel", maupun nama keluarga "Stamboel" dan "Bangsawan". Adapun saudara-saudaranya segaris keturunan masih hidup di beberapa daerah. Sekedar menyebutkan, pertunjukan "Mendu", masih hidup di beberapa wilayah kepulauan Riau, di antaranya di Natuna. Pertunjukan "Bangsawan", hidup di beberapa daerah di Deli Sumatera Utara, Bengkulu, Kalimantan Barat, dan Malaysia. Sementara pertunjukan "Abdoel Muluk", berkembang di Jambi, Palembang dan Bengkulu.

Nah, sekarang percaya khan bahwa Sandiwara masih berdarah Bangsawan, meski sedikit?

Catatan Gambar. Foto pertunjukan "Indera Bangsawan, tahun 1890-an, sumber.www.kitlv.pictuta-dp.nl
Read more
Maradona, Sepakbola dan Nasionalisme

maradona sepakbola nasionalismeLihat Pertandingan Argentina v.s Venezuela pagi ini khan (29/3)? Pastinya donk buat penggila bola, hehehe. 4-0 untuk Argentina. Dahsyat? Gak juga, biasa kalau Argentina lawan Venezuela. Meski kekuatan sepakbola negara-negara amerika selatan (latino) rata-rata berimbang, tapi Argentina dan Brasil tetap superior. Soalnya, sederhana aja, sepakbola adalah budaya, cerita setiap waktu, sandiwara yang ditunggu (nomor dua setelah telenovela, haha. Pokoknya, menyatu (integratif) dengan kegiatan sehari-hari, bahkan dengan kemiskinan yang juga cukup massif di sana. Wohohoho, komentator sepakbola dadakan atau budayawan kesiangan bung? Gak juga deng, lagi semangat aja (ketahuan kalau favoritnya Argentina ya? Biarin ah...).

Jadi gak ada cerita yang penting, neh? Dari segi tekhnis sepakbolanya enggak. Pertandingan itu berlangsung di 'rumah' sendiri, cukup faktor untuk menciptakan kemenangan. Dan semakin tidak 'istimewa' sebab pada klasemen sementara dengan kemenangan itu Argentina masih di bawah Paraguay, dan jika besok Brazil menang, Argentina kembali ke posisi ke tiga. Tak ada yang istimewa. Kecuali satu hal bagi saya. Yaitu menyaksikan tingkah polah si "Tangan Tuhan" di pinggir lapangan. Satu segi non-tekhnis yang patut diperhitungkan. Ya, menyaksikan Diego Armando Maradona. Manusia yang seumur hidupnya mendapatkan secara seimbang antara 'kecintaan' dan 'kebencian' orang lain. Manusia yang dipuja setinggi langit karena prestasinya, sekaligus dimaki-maki karena 'perangainya'. Laki-laki kelahiran Buenos Aires Argentina, 30 October 1960, yang selama 15 tahun karir sepakbolanya (1975-2001) mengundang decak kagum dan sekaligus mengundang kritikan pedas.

Lalu, Apa yang menarik dari orang semacam Maradona ini? Nasionalisme ! Maradona adalah pemain yang dikenal paling 'ngotot' kalau sudah soal membela Argentina. Ia akan meninggalakan Club, alias pekerjaannya (periuk-nasi) untuk membela Argentina. Ia juga akan bertengkar dengan pelatih jika perlu, untuk membela temannya (kasus Canigia). Bahkan jika ia kemudian tidak dibenarkan mengikuti pertandingan lagi, karena terbukti dopping, ia 'haramkan' untuk pulang kampung. Ia akan tetap bertahan untuk memberi support buat teman-temannya dilapangan (Piala Dunia 1994, AS).

Sikap semacam itu, yang membuat Maradona dianggap sebagai salah seorang pemain sepakbola yang paling inspiratif dan sekaligus memberi 'pengaruh' (influence) selama setengah abad ini, bahkan jika dibanding Pele (legenda sepakbola yang lain). Lengkap, kemampuan mengagumkan, jendral lapangan yang dihormati kawan-lawan, kontroversial, keras kepala, dan punya Nasionalisme yang kental. Dalam kehidupan Maradona, orang menemukan sepakbola sebagai 'perang' yang lain, dan wujud nasionalisme. Bahkan, ketika kebangkrutan (moral dan material) akibat ulahnya sendiri, Maradona masih memaksakan dirinya untuk menghadiri setiap pertandingan yang dimainkan kesebelasan negerinya. Dan kini, kesempatan untuk menjadi pelatih bagi tim negerinya, diungkapkannya dalam pernyataan yang jauh ke tulang: "Saya merasa hidup kembali !". Hmm, sekali lagi nasionalisme itu terpancarkan.

So what? hehehe. Berapi-api (semakin ketahuan fanatismenya neh...). Menyaksikan Maradona, bagi saya hanyalah jalan untuk melihat diri saya sendiri. Saya bukan pemain sepakbola, meski saya selalu ingin dari dulu. Tapi kalau Indonesia bertanding, saya pantang ketinggalan untuk menonton. Bukan apa-apa, saat itu saya juga berkesempatan untuk menguji nasionalisme di dada saya (cieehhhh...). Masih berdebarkah jantung saya, ketika ada kemungkinan Indonesia mengalahkan Arab Saudi? Masih kecewakah saya ketika Indonesia dikalahkan Thailand? Lagipula, sepakbola adalah pertunjukan sandiwara yang menarik..., mengetarkan, hehehe.

Lalu apakah pemain sepakbola Indonesia tidak punya "nasionalisme" semacam itu ? Siapa bilang ! Bahkan mungkin sebenarnya nasionalisme itu membara melebihi Maradona. Kalau Maradona, masih bisa mengharapkan reward dari prestasinya, dengan bermain di club elit eropa yang gajinya bisa untuk tujuh keturunan. Maka, pemain sepakbola indonesia lebih militan lagi. Bermain bagus dan sekaligus menunjukkan nasionalisme itu dalam keadaan 'masa depan' yang tidak pasti. Bersimbah peluh di tengah lapangan dengan pikiran was-was, sudahkah anak istrinya makan di rumah? Bahkan jika bermain di club pun, pemain sepakbola Indonesia berhadapan dengan bayang-bayang maut. Masih segar dalam ingatan kita, Jumadi Abdi (kelahiran Balikpapan, 14 Maret 1983), gelandang PKT Bontang yang meninggal dunia 15 Maret 2009 lalu.

Nasionalisme itu telah dikobarkan pemain sepakbola Indonesia sedari dulu. Surya Lesmana, Ramang, Rully Nere, Junaedi Abdillah
sampai Robby Darwis, Surya Lesmana, Ricky Yacob dan Widodo C. Putra. Tapi kemana mereka sekarang? Apa yang mereka lakukan ? Bagaimana mereka hidup ? Tidak banyak yang tahu, tidak juga mungkin Nasional yang mereka isme khan itu. Yah, mungkin itulah perbedaan Nasionalisme pemain sepakbola Indonesia, dengan Nasionalisme nya Maradona. Nasionalisme Maradona memberinya kesempatan banyak untuk menunjukkannya. Sedang Nasionalisme pemain sepakbola Indonesia, akan berakhir untuk bisa ia tunjukkan, pada turnament terakhir yang diikutinya. Setelah itu, Nasionalisme itu 'hidup' dalam hati saja, yang saya yakin sesungguhnya masih terus bergelora. Mungkin di depan TV, menyaksikan pemain sepakbola Indonesia yang 'muda' bertanding. Atau mungkin juga di kamar, sambil menerawang mengingat masa-masa masih bermain dulu. Sendiri, dalam hati, di bawa mati...


Saya adalah seorang nasionalis. Ya Allah, adakah orang yang berpendapat bahwa saya tak cinta kepada tanah air dan bangsa? Bahkan saya mohon kepada Allah subhanahuwata'ala, tetapkanlah kecintaanku kepada tanah air dan bangsa itu menyala-nyala di dalam saya punya dada, sampai terbawa masuk ke liang kubur!
(Soekarno, 1928)


Read more
Jendral Soedirman,  Suatu Malam di Bulan Desember 48

panglima besar jendral sudirman

Cerita Sang Panglima Besar


Pada19 Desember 1948, baru saja azan subuh berlalu, bandar udara Maguwo, diserang oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Inilah pagi hari, yang menandai Agresi Militer Belanda ke-II. Sebuah sandiwara, yang mereka namakan sendiri sebagai "Aksi Polisional". Dengan Sombong, WTM Beel, yang mengatas-namakan mahkota kerajaan Belanda, berpidato di radio. Ia menyatakan bahwa Belanda tidak lagi mengakui Persetujuan Renville, yang pada saat itu sama artinya dengan tidak lagi mengakui RI sebagai negara berdaulat. Tidak lama setelahnya, Belanda melancarkan serangan ke semua wilayah Republik di pulau Jawa dan Sumatera. Tidak terkecuali, ke Ibukota Republik, yang saat itu berkedudukan di Yogyakarta.

Sejarah sedang bergerak, membentuk alur sandiwara-nya sendiri. Sebab pada saat yang sama Soekarno, Hatta, dan Sjahrir tengah berada di Ibukota. Dengan mudah, tentara agresor NICA Belanda menawan tiga orang simbol pemerintahan Republik Indonesia. Sebab beberapa saat sebelumnya, sidang kilat Kabinet memutusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota agar dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) dan kontak-kontak diplomatik. “Bayi’ RI, yang baru berumur tiga tahun, berada dalam sebuah ‘titik nadir sejarah’-nya. Kejatuhan ibu kota negara, dan ditawannya para pimpinan tertinggi RI, menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Selang beberapa saat sebelum itu, Jendral Soedirman, sang Panglima Besar, meninggalkan ibukota, dalam keadaan sakit. Memutuskan untuk memimpin ‘Perang Gerilya’. Tanpa obat-obatan, Panglima Besar yang terlahir sebagai anak lelaki dari pekerja Pabrik Gula Kalibagor itu, menerobos hutan belantara, menyebrangi sungai dan lembah, dalam perjalanan tidak kurang dari delapan bulan. Berpindah-pindah, dari desa ke desa di sepanjang Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang rutenya melebihi 1000 km. Seringkali, Jendral Soedirman harus ditandu atau digendong oleh para prajuritnya, karena sakit keras yang dideritanya.

Bayangkan apa yang bisa terjadi ?
Dilihat dari sudut pandang apapun, ada dua orang yang dengan mudah dapat merebut kekuasaan RI pada saat itu, dan membelokkan alur sejarah. Sjafruddin Prawiranegara, yang menerima mandat PDRI, dan Jendral Soedirman, sang Panglima Besar TRI. Dengan cara yang berbeda, keduanya memiliki kesempatan, untuk menjadikan dirinya sebagai orang nomor satu di Republik yang juga masih muda. Tidak akan ada yang menyalahkan, jika salah seorang diantara mereka, kemudian menjadikan dirinya Presiden Republik. Tokh, Soekarno-Hatta beserta PM. Syahrir, sedang ‘berhalangan’. Tapi, dibandingkan Sjafruddin, Jendral Soedirman lebih berpeluang. Pertama karena ia berada di Jawa, di dekat semua akses pemerintahan, dan kedua, karena ia adalah ‘jari’ dari semua pelatuk bedil di negeri ini, pada waktu itu.

Sebagai manusia biasa, bukan tidak mungkin pikiran itu bisa saja ‘lewat’ dalam pikiran sang Panglima Besar. Pada suatu malam di antara batuk, dan gigitan nyamuk di hutan-hutan jati pulau Jawa. Pada suatu malam, ketika ia bayangkan kembali ketidak-sepakatannya dengan jalan diplomasi yang ditempuh Soekarno-Hatta. Pada Suatu malam, jika ia renungkan perseberangan pandangan politiknya dengan kelompok Amir Sjarifuddin dan Sjahrir, yang waktu itu menguasai pemerintahan. Pada suatu malam, di hutan belantara pulau Jawa, di antara desing nyamuk malaria, dengan paru-paru tinggal sebelah, tanpa obat-obatan, tanpa tenda dan selimut. Pada suatu malam, dalam gerilya seorang Panglima Besar, dalam perjuangan seorang Jendral Soedirman.

Tapi bukankah, Jendral Soedirman tidak pernah melakukan itu. Bukan karena ia tidak tahu. Terlalu mudah untuk memikirkan hal itu bagi seorang yang pernah sekolah di sekolah guru. Bukankah ia lebih memilih untuk menjaga keutuhan komando tentara, menjaga manunggalnya TRI dengan pemerintah. Bukankah kemudian sejarah Republik ini mencatat, bahwa Jendral Soedirman memilih mengorbankan dorongan hati nuraninya sendiri, untuk mempertahankan keutuhan RI. Jendral Soedirman tidak pernah menyalahgunakan kesempatan besar sejarah itu. Ia memilih menanggungkan beban fisik dan psikologisnya sekaligus untuk membela keutuhan negaranya. Sebagai manusia, ia mungkin saja pernah tergoda, pada suatu malam, dalam gelapnya hutan-hutan jati pulau Jawa. Dengan paru-paru tinggal sebelah, dan bayangan maut yang siap datang kapan saja.

Sejarah lalu bicara, ‘perang gerilya’ yang dipimpinnya, kemudian membuka mata dunia. RI adalah negara berdaulat dengan tentara yang kuat dan terorganisir rapat. 10 Juli 1949, setelah berpindah-pindah dalam perjalanan melelahkan, Jendral Soedirman kembali ke Ibukota, menyerahkan tampuk pimpinan Gerilya, pada pemimpin yang dicintainya, Soekarno-Hatta. Tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan sementara negara dilantik. Soekarno menjadi Presiden dengan Hatta sebagai Perdana Menteri, dan sebuah Kabinet untuk Republik Indonesia Serikat, menjadi ‘penanda’ pengakuan Belanda terhadap RI berdaulat. 32 hari kemudian, 29 Januari 1950, sang kesatria, Jendral Soedirman, menutup mata untuk selama-lamanya. Sang kesatria pergi, begitu tugasnya selesai, tak menunggu penghargaan, tak menunggu tanda jasa. Dan sebuah malam, tentang Panglima Besar Jendral Soedirman yang dalam tulisan ini dikisahkan, tidak pernah ada, hanya sekedar bahan, untuk kita renungkan.

Sumber Gambar:www.jagoan.or.id
Read more
Award untuk Blog Sandiwara Kita

award i love your blog

Wow, Dua Award Sekaligus?


Hahaha, gak deng, satu award aja, tapi langsung dari dua orang sahabat. Yang pertama dari Bung Matias Chosta (maaf frenz baru ku review sekarang....). Yang kedua dari Om Negeri Hijau. Tema Awardnya, sama...yaitu: I Love Your Blog. Artinya kira-kira, sahabat-sahabat saya itu menyukai atau mencintai blog Sandiwara Kita, akh... terimakasih. Wah, ibarat seorang gadis, blog ini menyambut dua cinta dari dua pemuda sekaligus. Hehehe, serakah…

Hmmm...Siapa sangka, mendapatkan dua Award sekaligus membuat kita sesak nafas juga. Gimana Tidak? Gak mungkin khan membuat yang ngasih award pake nunggu segala, agar Awardnya diambil. (Nanti dibilang, siapa elu ?) Hehehe. Yup, khabar gembiranya, saya eh, maksudnya blog seumur jagung ini (Lahirnya 1 Maret 2009, hehehehe) dianugrahi award oleh dua orang sahabat. Meski saya sebenarnya agak-agak kurang ngerti juga alasannya kenapa, tapi yang jelas, terimakasih atas kepercayaannya. Sebagai pemain baru saya merasa tersanjung sekali, hehehe.

Nah, sesuai dengan peraturan panitia, maka dengan ini, saya juga memberikan Award tersebut kepada sahabat-sahabat Sandiwara Kita yang blognya saya anggap ter alias paling terhadap blog ini. Ya katakanlah ini kesempatan saya untuk mengapresiasi para sahabat yang punya nilai khusus bagi blog ini (bukannya yang lain gak bernilai, hahahah). Yup, gak usah kepanjangan cerita-nya, kita langsung saja. Akhirnya setelah melalui perdebatan panjang, dewan juri (yang terdiri atas saya sendiri) memutuskan untuk memberikan Award untuk beberapa kategori (yang juga saya buat sendiri, sok juri ya? hahaha). Mereka yang saya pilih tersebut adalah :

1.Lhemuzilla, alias om Agus Budi Santoso, yang merupakan sahabat (followers) pertama blog ini. Trimakasih ya om Agus...

2.Seni Perangko, blognya pak Obing, yang merupakan blog pertama yang memberikan linkback ke blog ini, makasih pak Obing...

3.Ms. Sherlock Always Say, Blognya mbak Realrin, blogger pertama yang berkomentar di blog ini

4.Gerbang Kubah, blognya Pak Ustad, yang adalah blog pertama yang memasang banner blog ini (liat aja, banner yang terpasang di sana, masih banner Sandiwara Kita tempoe doeloe, hehehe becanda pak). Terimakasih ya Pak Ustad...

5.Trips Trik Komputer, blognya Bung Kakara, blogger dengan komentar terbanyak di Sandiwara Kita, sejauh ini. Maju terus bro, semoga Pagerank cepat naik...hahaha

Oya, menurut panitia, hehehe. Yang menerima Award ini diharapkan untuk bisa:

1. Meletakkan logo/award ini di blog sahabat masing-masing
2. Meletakkan link dari blog yang telah memberikan award (dalam hal ini Sandiwara Kita)
3. Memberikan Award ini ke Blog lain
4. Membuat link blog lain yang Sahabat beri Award
5. Meningglakan pesan di blog yang diberi Award sebagai pemberitahuan..

Kode Award-nya, yang Ini (silahkan di copy aja):


Ufff, akhirnya, saya telah memberikan pidato saya sebagai pemenang Award ini, sekali lagi terimakasih buat semua sahabat Sandiwara Kita, dan semua blogger.Demikian aja dulu, semoga yang menerima berkenan dan senang. Tetap bersilaturahim ya..

SALAM BLOGGING

Read more
Alexa Rank, Mitologi ‘Dunia Maya’ (1)

alexa rank traffic blogKonon, dalam dunia per-web-an alias ‘dunia maya’ hiduplah raksasa bernama Alexa, yang merupakan satu di antara dua raksasa penting (raksasa yang lain kita ceritakan lain kali pula). Disebut demikian, karena rangking tertentu yang diberikan raksasa Alexa terhadap sebuah situs (termasuk weblog alias blog) akan memberikan pengaruh tertentu terhadap situs bersangkutan. Alexa Rank, begitu nama yang diberikan oleh sang raksasa Alexa sebagai ranking terhadap jumlah kunjungan ke sebuah web atau blog (situs) tertentu.

Apa pengaruhnya?
Pengaruh tersebut, akan sangat terasa, terutama, jika sang pemilik situs, web-master ataupun blogger berniat menggunakan blog atau webnya sebagai kapal dagang. Soalnya, banyak ‘simpul iklan’ yang menggunakan ranking Alexa atau Alexa Rank tersebut sebagai patokan untuk menolak ataupun menerima pendaftaran sebuah situs. Dengan cara itu, sekaligus rangking yang di berikan oleh sang Alexa menjadi harga iklan yang ditayangkan oleh sebuah blog. Semakin baik Alexa Rank-nya, semakin tinggi harga iklannya.

Lalu bagaimana jika sang Blogger hanya mengunakan blognya sebagai kapal perang ? Jika ia tidak akan mendaftarkan blognya ke ‘simpul iklan’, karena memang tidak berniat memasang iklan ? Alexa Rank, tetap saja dapat menjadi salah satu indikator ‘kemenangan’ dalam perang itu. Semakin baik Alexa Rank, berarti semakin banyak ‘sekutu’ yang telah datang berkunjung dan menjalin ‘persekutuan’. Jadi, untuk blog yang berfungsi sebagai kapal perang, Alexa Rank menjadi bukti bahwa ‘senjata’-nya telah diuji cobakan. (meski tentu saja bukan satu-satunya bukti).

Apakah gerakan sosok yang bernama Alexa ini ? Konon, ia dilahirkan dalam keluarga Amazon.com, salah satu perusahaan terkaya di dunia maya (di samping google dan yahoo, tentu saja). Alexa dilahirkan oleh Brewster Kahle dan Bruce Gilliat, pada tahun 1996. Nama Alexa, konon pula, diambil dari nama perpustakaan kuno "Alexandria". Secara umum, Alexa dan Alexa Rank (senjatanya) digambarkan sebagai:

sebuah sistem perangkingan yang didasarkan pada tingkat kunjungan terhadap sebuah situs. Penghitungannya dilakukan berdasarkan nilai gabungan antara jumlah pengunjung dan jumlah halaman yang dilihat oleh pengunjung pada sebuah situs setiap harinya.


Gambaran wah, ini lah yang menjadi cerita Alexa, yang mendorong banyak blogger dan web-master untuk mempelajarinya dengan seksama. Dan hampir semua cerita tentang raksasa Alexa ini, diakhiri dengan saran untuk memperoleh ‘perhatian’ lebih banyak darinya. Tujuannya, tentu saja memperoleh Alexa Rank yang lebih baik (dengan angka lebih kecil). Rata-rata, saran itu berbunyi:

• Unggahlah Alexa toolbar dan install-kan pada software browsing yang digunakan (disarankan pakai Firefox, mungkin karena sudah bekerja sama, hehehe)
• Tempatkan widget Alexa Rank di halaman blog kita masing-masing (kode HTML nya bisa di ambil di sini)
• Membuat tulisan tentang Alexa Rank dan menggunakan kata Alexa sebanyak-banyaknya (seperti yang sedang dicoba blog ini, hahaha).
• Berpartisipasi dalam berbagai forum blogger atau webmaster (agar kita bisa meninggalkan alamat url kita, sehingga mengundang kunjungan ke blog kita masing-masing).
• Mencoba menulis tentang tema-tema yang disukai para webmaster (misalnya tentang cara meningkatkan Alexa Rank itu sendiri, atau coba aja lihat di forum-forum itu, lalu gunakan kata kunci yang mirip untuk judul postingan).
• Membeli iklan link (hmm, kayaknya yang ini kurang ‘menyenangkan, karena gak gratis)
• Mempublikasikan artikel di berbagai jejaring sosial (tapi kasih ringkasannya saja, jangan semua, agar yang baca datang ke blog kita untuk melanjutkan bacaannya).
• Mengundang teman blogger lebih banyak untuk meng-install Alexa Toolbar, dan menggunakannya untuk mengunjungi blog kita.


Bisa dipastikan, bahwa sebagian besar cerita tentang sang raksasa Alexa, akan bernada seperti itu. Dalam dunia per-blogger-an, bisa dikatakan pula bahwa hampir semua blogger terkenal menulis Alexa Rank. Hal ini, semakin menguatkan ‘kesan’ tentang pentingnya raksasa Alexa di ‘dunia maya’. Ditambah dengan prasyarat beberapa ‘simpul-iklan’, yang meletakkan Alexa sebagai indikatornya, cerita-cerita itu kemudian merajut sebuah jejaring ‘kesan’ yang menjelma menjadi mitologi, tentang raksasa bernama Alexa.

Saking berpengaruhnya mitos tentang raksasa Alexa dan senjata Alexa Rank-nya ini, ia menutupi beberapa fakta kelemahannya sendiri. Alexa Rank, sebenarnya hanya menghitung kunjungan dari pengunjung yang menginstal Alexa Toolbar pada browsing software-nya. Pengunjung yang tidak menggunakannya tidak akan dihitung, dan dianggap tidak pernah mengunjungi (hahahaha, dianggap hilang aja).

Berapa besar pengaruh mitos ini terhadap para blogger?
Silahkan saja mencoba...
Read more
Legenda "Batu Batikam"

karikatur legenda demokrasi batu batikamSepertinya, sementara kita tinggalkan dulu cerita (daftar) artis yang jadi politikus. Cerita atau legenda yang satu ini, barangkali berguna diceritakan sekarang, ketika kampanye dimulai, dan hawa tak nyaman mulai terasa. Akh, maafkan saya, tidak bermaksud menebar ketakutan. Hanya semacam mengingatkan, tentang masa 'antah-berantah' yang mungkin mengandung pelajaran...
.........................

Syahdan, Datuak Parpatiah dan Datuak Katumangguangan berdebat hebat. Keduanya adalah orang bersaudara, berlainan bapak. Datuak Parpatiah nan Sabatang, adalah seorang yang dilahirkan dari seorang bapak aristokrat (cerdik-pandai). Sementara Datuak Katumangguangan, dilahirkan dari seorang ayah yang otokrat (raja-berpunya). Namun pada keduanya, juga mengalir darah dari ibu yang sama, seorang perempuan biasa, seperti apa adanya.

Darah yang mengalir di tubuh keduanya, ternyata berpengaruh pada pandangan hidup yang dijalani. Datuak Parpatiah, menginginkan masyarakat diatur dalam semangat yang “duduk sama rendah, berdiri sama tinggi” (demokratik). Sedang Datuak Katumangguangan, menginginkan rakyat diatur dalam sebuah tatanan yang “berjenjang naik, bertangga turun” (hierarkhial). Perbedaan yang kemudian meruncing menjadi perdebatan, bahkan menjurus menjadi pertikaian...

Sama-sama menghindari untuk melukai saudaranya, kedua datuak kemudian menikamkan pedang dan kerisnya pada batu. Kedua batu itu sekarang, dikenal dengan nama “Batu Batikam” (Batu yang ditikam). Yang satu berdiri tegak di tepi jalan Limo Kaum, di Batu Sangkar Sumatera Barat. Yang lain, ditelan oleh waktu, tinggal cerita, namun tetap dikenang sebagai pertanda. Betapa nenek moyang, yang memiliki kesaktian untuk menghancurkan, bahkan tidak menyukai kekerasan.

Datuak Parpatiah lalu pergi merantau. Memperbandingkan keyakinannya dengan dunia luar. Datuak Katumangguangan sebaliknya, tinggal menjaga kampung halaman, dan membenamkan dirinya dalam kumpulan kebijaksanaan yang ditinggalkan leluhur. Dua cara berbeda, dengan satu tujuan, mencari kebijaksanaan. Dua perjuangan, dengan satu cita-cita, mengatur rakyat agar sejahtera.

Masa berganti, musim bertukar, keduanya bertemu. Dengan kematangan yang semakin baik, sudah tentu. Juga dengan kepala yang semakin banyak tahu. Lalu keduanya duduk berbagi ilmu. Melerai perseteruan yang pernah terjadi bertahun-tahun berlalu. Dan akhirnya bersepakat untuk saling bahu-membahu. Menjadikan rakyat semakin pintar dan maju. Melupakan egoisme masing-masing, mendahulukan kepentingan orang banyak, karena itu lebih penting.

Demikianlah, legenda itu hidup berabad-abad. Disampaikan ke anak-cucu sebagai pelajaran tentang martabat. Kedua sistem tetap hidup hingga kini, berdampingan dan bersahabat. Saling melengkapi dalam jalinan yang erat. Menjadi dua partai yang semacam Partai Republik dan Partai Demokrat di Amerika Serikat. Menjadi sejalur rel, dua garis yang berjalan bersama, tak renggang, meski juga tak akan pernah merapat.

.....................

Wallahualam Bissawab
Kebijaksanaan selalu terendap
Dalam cerita-cerita berkarat
Hanya bagi mereka yang berfikir ketat

Read more
Khasiat 'lain' dari Buah Apel

buah apel cerita humorDua orang pemuda berkenalan dengan seorang mahasiswi Inggris yang sedang dalam program pertukaran pelajar. Pemuda 1 berprofesi sebagai dokter dan pemuda 2 bekerja sebagai mandor di sebuah perusahaan. Keduanya bersahabat, tapi juga selalu bersaing untuk mendapatkan gadis-gadis di sekitar mereka. Biasanya, mereka bertaruh dalam kompetisi memperebutkan gadis-gadis itu. Termasuk ketika mengetahui bahwa si Gadis Inggris tinggal di dekat rumah mereka, Keduanya langsung bertemu..

Pemuda 1: Sudah dengar tentang gadis Inggris itu ?
Pemuda 2: Hahaha, mana mungkin aku ketinggalan berita semacam ini.
Pemuda 1: Lalu ???
Pemuda 2: Seperti biasa, siapa yang bisa mengencaninya lebih dulu, akan memperoleh traktiran makan siang selama sebulan...
Pemuda 1: Hahaha, kayaknya kamu harus segera cari utangan.
Pemuda 2: Sombong sekali, kalau kau bisa mengajaknya kencan, aku traktir dua bulan kau nanti.
Pemuda 1: Jangankan kencan, kau bisa membuatnya jauh dariku seminggu saja, aku traktir kau setahun...
Pemuda 2: Deal?
Pemuda 1: Deal !


***

Keduanya lalu mulai mencari segala cara untuk bisa mendekati sang gadis. Beragam tipuan, trik, taktik pun dilakukan... Hanya saja, sang gadis juga bukan orang yang gampang didekati. Selain karena ia memang seorang yang serius dengan program yang didekatinya, ia juga tipe gadis yang jinak-jinak burung dara. Dibilang jual mahal tidak juga, sebab ia meladeni semua orang dengan ramah. Tapi untuk kencan ? Tunggu dulu...

***

Persaingan semakin ketat. karena keduanya berhasil menjalin persahabatan dengan si gadis. Namun, tak seorangpun berhasil mengajak si gadis berkencan. Bahkan, si gadis cenderung untuk menganggap keduanya sebagai teman belajar. Maklum, sebagai seorang yang datang untuk program pertukaran mahasiswa, ia ingin banyak tahu tentang Indonesia. Apa boleh buat, keduanya terpaksa sok tahu tentang budaya Indonesia, dan sok ingin tahu tentang budaya si Gadis di negeri asalnya...
Pada suatu ketika, sang mandor berkesempatan ngobrol dengan si gadis

Gadis : Kenapa orang sini masih percaya pada hantu?
Pemuda 2: Karena mereka melihat buktinya ?
Gadis : Apa ? Ah, tidak mungkin. Mana ada hantu?
Pemuda 2: Itulah kekeramatan negeri kami.
Gadis : Apa itu ?
Pemuda 2: Apapun yang dipercayai masyarakatnya, benar-benar bisa mereka buktikan.
Gadis : Akh, saya tetap tidak percaya...
Pemuda 2: Itu lebih berbahaya, karena justru kamu akan segera melihat apa yang kamu ragukan itu di sini.
Gadis : ???
Pemuda 2 : Ya, di negeri ini, siapa pun yang meragukan kebenaran dari apa yang dipercaya orang banyak, akan mendapat celaka.
Gadis : Akh, kamu membuat saya takut...


Menyadari bahwa si gadis ketakutan, Pemuda 2 mengalihkan pembicaraan,

Pemuda 2: Kenapa kamu suka sekali memakan buah apel...
Gadis: (tersenyum, karena terlepas dari ketakutannya) Karena itu menyehatkan, apel mengandung gizi yang tinggi. Bahkan di negara saya, ada ungkapan mengatakan "one apple a day, keep you a day from the docters". Saya percaya itu...
Pemuda 2: (Hanya manggut-manggut dan tersenyum...)


***

Beberapa tahun kemudian, Pemuda 2 dan Pemuda 1 bertemu, sang Mandor telah menikah dengan si Gadis Inggris, dan memiliki seorang anak...

Pemuda 1: Hmmm, bahagia sekali hidupmu sekarang...
Pemuda 2: Alhamdulillah, berkat kamu dan profesimu...
Pemuda 1: Maksudmu?
Pemuda 2: (Tersenyum) Akh, tidak. Cuma bercanda.
Pemuda 1: Ooooo...Tapi aku selalu penasaran, bagaimana caramu sehingga akhirnya kamu mendapatkan perempuan Inggris ini...
Pemuda 2 : Sederhana saja...
Pemuda 1 : Sederhana ?
Pemuda 2 : Ya, aku membelikannya satu apel setiap hari, dan menghadiahinya pohon apel yang tumbuh di belakang rumahku...
Pemuda 1: ??????????????????????????????????

***

sumber gambar:www.dreamstime.com
Read more